Tak terasa sudah malam. Langit terangnya sudah raib entah ke mana. Kuda putih ini masih saja terus berlari sembari menggendong Aji di punggungnya. Kuda putih yang sangat berstamina. Mungkin kuda putih ini bukan sembarang kuda. Seperti kuda dewa saja.
Aji hanya terbengong-bengong di atas kuda putih tersebut. Seperti sudah diatur saja, kuda putih ini membawa Aji ke sana dan ke mari. Seolah-olah tanpa tujuan, namun jika Aji perhatikan baik-baik, kuda putih ini seperti sudah diperintahkan agar membawa Aji ke suatu tempat. Salah satu tempat itu mungkin pohon besar yang Aji tak tahu apa. Di bawah pohon tersebut, berdirilah seorang pemuda yang sepertinya sebaya dengan Aji. Pemuda itu segera mengeluarkan pedang dari sarungnya seolah-olah ingin bertarung. Masih di atas kuda, Aji spontan mengeluarkan pedang sakti tersebut
Pemuda itu tertawa terbahak-bahak, lalu meletakkan kembali pedangnya ke dalam sarung. Ujar si pemuda, "Turunlah, dan jangan takut. Aku ini teman kamu. Bukan orang jahat."
Dengan dibantu si kuda putih, Aji turun dari atas punggung si kuda putih. Dengan hati-hati.
"Berikanlah pedangmu itu," ujar pemuda itu yang terdengar seperti sebuah perintah bagi Aji.
Seperti terhipnotis (atau karena dorongan hari nurani?), Aji menyerahkan pedang sakti itu kepada pemuda tersebut.
Pemuda itu lalu mengeluarkan pedangnya. Wah, pemuda itu kuat juga. Ia sanggup menenteng dua pedang sekaligus, dan Aji baru sadar satu hal. Kedua pedang itu nyaris identik. Ini maksudnya apa? Mengapa Aji berjumpa dengan seseorang yang ini merupakan pertemuan pertama, yang memiliki pedang yang nyaris serupa dengan pedang yang dimilikinya? Aji juga tidak membuat janji sebelumnya.
Pedangnya ia taruh di dalam sarung yang berada di punggungnya. Sementara pedang Aji diserahkan kembali kepada Aji. Ujarnya, "Itulah bukti aku dan kamu itu teman. Kita mungkin rekan kerja. Kenalkan, panggil saja aku Slamet. Kamu?"
Aji membalas jabat tangan itu. "Aji."
"Aku tebak kamu tengah dikejar-kejar."
Aji hanya mengangguk, mengerutkan dahi.
"Iya, aku juga sama, dan bahkan itu membuatku tak berkutik sama sekali. Tapi, kamu tidak usah takut lagi. Di sini kita semua aman. Tak akan ada seorang pun yang berani mengusik kita."
Oh, ternyata ada teman-temannya. Dua orang temannya keluar dari balik pohon besar. Kedua orang itu sepertinya baik. Terbukti Aji--entah mengapa--tak membuat ancang-ancang untuk membela diri. Salah seorang bahkan mengajak Aji untuk berjabat tangan. Aji menerimanya. Kata orang yang bertubuh lebih tinggi dari Aji, "Elkann."
Yang lain menimpalinya, "Utomo."
Slamet berujar lagi, "Aku, kamu, Utomo, dan Elkann,... kita berempat seperti sudah ditakdirkan untuk berjuang bersama. Kita bahkan memiliki pedang yang sama. Bahkan, masih ada teman-teman kita yang lainnya, yang aku diberitahukan bahwa kita semua kelak akan disebut Sang Terpilih."
Aji mengerutkan dahi. "Sang Terpilih?"
Terima kasih yang sudah membaca PETUALANGAN AJI DI MASA DEPAN. Jangan lupa like, vote, dan share-nya. Jangan lupa juga ide-idenya untuk pengembangan ceritanya. Bagaimanapun Author juga manusia biasa, yang tak luput dari kesalahan. Hehe.
Oh iya, aku baru saja mengirimi kalian 1π. Pi adalah mata uang digital baru yang dikembangkan oleh Stanford PhD, dengan lebih dari 25 juta anggota di seluruh dunia. Untuk mengklaim Pi kalian, ikuti tautan ini https://minepi.com/nuellubis dan gunakan nama pengguna aku (nuellubis) sebagai kode undangan kalian.